Anggota Panja Mafia Pemilu yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengatakan, Panja Mafia Pemilu ini justru bisa berkembang menjadi Panja Mafia Putusan Peradilan di MK.
“Pasalnya, ternyata cerita dari sisi MK terungkap bahwa kasus ini justru terjadi di dalam lingkungan MK.Ini terlihat dari adanya keterlibatan kembali nama mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi yang sebelumnya bermasalah pada kasus Pilkada Simalungun,Sumatera Utara,”ungkap dia seusai rapat konsultasi dengan MK di Gedung DPR,Jakarta,kemarin.
Perubahan dugaan Panja Mafia Pemilu yang semula mengarah kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati ini, menyusul pemaparan kronologis kasus ini oleh MK. Menurut dia,temuan ini justru mengarah ke MK,meskipun Ketua MK Mahfud MD sendiri berhasil mengamankan substansinya.
Bahkan, ada juga keterlibatan anggota keluarga mantan hakim tersebut. Untuk tahap berikutnya,jelas dia,Panja akan melakukan kroscek kepada orang-orang yang sudah disebut dalam rapat konsultasi dengan MK, termasuk Andi Nurpati dan mantan Hakim MK Arsyad Sanusi.
Rapat konsultasi kali ini sifatnya scanning persoalan dari pelaporan Ketua MK Mahfud MD kepada kepolisian terkait kasus ini. Dia menyatakan, dalam pertanyaan Panja berikutnya, yakni ada atau tidaknya aksi suap-menyuap dalam kasus ini. Dari temuan ini, Ganjar menyindir Ketua MK Mahfud MD yang sempat berjanji akan mundur menjadi Ketua MK jika terbukti ada keterlibatan MK dalam kasus ini.
Kasus ini sendiri, lanjut dia, berbentuk segitiga.“Ada Dewi Yasin Limpo yang berhubungan dengan MK.Di MK ternyata ada pelakunya,Pak Arsyad dan beberapa orang; dan ini ujungnya ada keputusan di KPU,” papar dia. Anggota Panja lainnya, yang juga Ketua DPP Partai Hanura Akbar Faizal, menegaskan bahwa Hanura akan mengklarifikasi langsung kasus ini kepada Dewi Yasin Limpo yang menjabat sebagai Ketua DPP Partai Hanura Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
Jika Dewi memang terbukti melakukan intervensi perolehan suara dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 lalu,pihaknya tidak akan segan untuk memberikan sanksi kepada yang bersangkutan. “Bisa jadi sampai pemberhentian dia (Dewi) dari partai.Tapi kalau memang ini menjadi hak kami, kami minta suara kami dikembalikan,” tukasnya.
Sementara itu, dari pemaparan MK tentang kasus ini, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat (PD) Ramadhan Pohan semakin optimistis tidak adanya keterlibatan Andi Nurpati. Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar dalam keterangannya mengatakan, mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi patut diduga terlibat dalam dugaan penggelapan dan pemalsuan surat MK soal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I.
Arsyad disebut-sebut memberi tekanan kepada pegawai MK untuk memasukkan kata “penambahan”di antara kata “jumlah”dan “suara” pada surat yang akan diserahkan pada KPU. Menurutnya, berdasarkan pemeriksaan dalam investigasi internal,Arsyad diketahui sering melakukan hubungan telepon dengan panitera Zaenal Arifin Husein dan juru panggil Mashuri Hasan menanyakan apakah dalam putusan tersebut dicantumkan kata “penambahan” atau tidak.
Arsyad juga beberapa kali menyampaikan pada panitera bahwa Dewi Yasin Limpo meminta bantuannya untuk memasukkan kata “penambahan” pada surat balasan ke KPU, sekaligus menyampaikan permintaan untuk bertemu. Kemudian, di tempat tinggal Arsyad yaitu apartemen pejabat negara di Kemayoran pada 16 Agustus 2009, Hasan menyerahkan salinan file surat tersebut.
Di tempat tersebut sudah ada Nesyawati, anak Arsyad Sanusi kemudian Dewi Yasin Limpo dan Arsyad sendiri. Hasan kemudian mencetak surat dan menambahkan tanggal 14 Agustus 2009 dan nomor 112/PAN.MK/VII/2009 dengan tulisan tangan. “Surat itu tidak ada tanda tangan panitera MK, ternyata Hasan mempunyai file tanda tangan panitera MK di komputernya,” ujar Janedjri.
Keesokan harinya, Hasan beserta salah seorang panitera pengganti,Nallom Kurniawan, menemui Ketua MK Mahfud MD. Arahan Ketua MK, surat balasan pada KPU harus berdasarkan amar putusan. Karena itu, surat tersebut tidak memuat kata “penambahan” sebagaimana diminta Arsyad.
Surat tersebut kemudian diantar ke Kantor KPU.Namun karena tidak ada komisioner maupun staf yang ada di sana, surat diantar kepada Andi Nurpati yang saat itu menjadi pembicara pada program talk show Jak TV.“Kemudian saat itu Andi Nurpati berkomentar ‘bukan seperti ini yang di hadapan.
(seputar-indonesia.com)
0 komentar:
Post a Comment