Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto mengatakan, saat ini semakin banyak penjahat jadi pejabat. Hal itu merupakan akibat dari maraknya praktik politik uang dalam pemilihan kepala daerah. Kondisi tersebut berdampak pada semakin sulitnya pemberantasan tindak korupsi di Indonesia.
"Jangan pilih penjahat jadi pejabat. Namun, kini banyak penjahat yang jadi pejabat. Sistem politik kita yang sarat money politic menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit dilakukan," kata Bibit saat memberikan pengarahan kepada 234 lulusan baru Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) di Graha Sabha Pramana, Sabtu (25/6/2011).
Menurut Bibit, adanya praktik politik uang menyebabkan masyarakat diajari pragmatisme dalam memilih kepala daerah. Padahal, kepala daerah yang terpilih karena politik uang tersebut besar kemungkinan menjadi koruptor karena ingin mengembalikan uang yang dikeluarkannya saat pemilihan.
"Selain itu, kita juga temukan, bahwa semakin banyak juga pejabat yang kaya karena hibah," katanya.
Bibit mengakui, pengalaman selama tiga tahun menjadi wakil pimpinan KPK, korupsi di Indonesia terus terjadi secara sistematik dan meluas ke semua sektor. Akibat yang ditumbulkannya tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga hak sosial ekonomi masyarakat.
"Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, sehingga pemberantasannya pun juga harus dilakukan secara luas biasa. Korupsi masih marak dan masif di masyarakat karena korupsi dianggap hal biasa. Mulai dari pengurusan KTP hingga SIM sudah ada praktik korupsi," ujarnya.
Besarnya praktik korupsi tersebut juga ditandai dengan banyaknya jumlah pengaduan masyarakat ke KPK.
"Pengaduan yang disampaikan ke KPK mencapai 48.206 pengaduan. Laporan yang masuk berasal dari hampir setiap strata sosial," tuturnya.
Bibit meyakini, perilaku korupsi di Indonesia merupakan fenomena gunung es di lautan, yang kerap terungkap hanya sebagian kecil dari realitasnya. Menurutnya, peran akuntan akan semakin penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu karena akuntan dapat mengaudit berapa nilai kerugian Negara yang ditimbulkan dari praktik-praktik korupsi. Bahkan, akuntan juga mampu melakukan mitigasi dan pencegahan terjadinya korupsi.
"Untuk itu, akuntan harus punya integritas dan kompetensi, jangan sampai dimanfaatkan untuk memanipulasi data keuangan. Karena banyak kasus korupsi yang modusnya dengan penggelembungan dan manipulasi data keuangan," tuturnya.
(kompas.com)
"Jangan pilih penjahat jadi pejabat. Namun, kini banyak penjahat yang jadi pejabat. Sistem politik kita yang sarat money politic menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit dilakukan," kata Bibit saat memberikan pengarahan kepada 234 lulusan baru Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) di Graha Sabha Pramana, Sabtu (25/6/2011).
Menurut Bibit, adanya praktik politik uang menyebabkan masyarakat diajari pragmatisme dalam memilih kepala daerah. Padahal, kepala daerah yang terpilih karena politik uang tersebut besar kemungkinan menjadi koruptor karena ingin mengembalikan uang yang dikeluarkannya saat pemilihan.
"Selain itu, kita juga temukan, bahwa semakin banyak juga pejabat yang kaya karena hibah," katanya.
Bibit mengakui, pengalaman selama tiga tahun menjadi wakil pimpinan KPK, korupsi di Indonesia terus terjadi secara sistematik dan meluas ke semua sektor. Akibat yang ditumbulkannya tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga hak sosial ekonomi masyarakat.
"Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, sehingga pemberantasannya pun juga harus dilakukan secara luas biasa. Korupsi masih marak dan masif di masyarakat karena korupsi dianggap hal biasa. Mulai dari pengurusan KTP hingga SIM sudah ada praktik korupsi," ujarnya.
Besarnya praktik korupsi tersebut juga ditandai dengan banyaknya jumlah pengaduan masyarakat ke KPK.
"Pengaduan yang disampaikan ke KPK mencapai 48.206 pengaduan. Laporan yang masuk berasal dari hampir setiap strata sosial," tuturnya.
Bibit meyakini, perilaku korupsi di Indonesia merupakan fenomena gunung es di lautan, yang kerap terungkap hanya sebagian kecil dari realitasnya. Menurutnya, peran akuntan akan semakin penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu karena akuntan dapat mengaudit berapa nilai kerugian Negara yang ditimbulkan dari praktik-praktik korupsi. Bahkan, akuntan juga mampu melakukan mitigasi dan pencegahan terjadinya korupsi.
"Untuk itu, akuntan harus punya integritas dan kompetensi, jangan sampai dimanfaatkan untuk memanipulasi data keuangan. Karena banyak kasus korupsi yang modusnya dengan penggelembungan dan manipulasi data keuangan," tuturnya.
(kompas.com)
0 komentar:
Post a Comment