Hakim Syarifuddin Umar, tersangka kasus dugaan suap pada perkara kepailitan PT Sky Camping Indonesia (SCI), membantah telah memutus bebas 39 perkara korupsi karena menerima suap. Menurut hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) itu, setiap menjatuhkan vonis terhadap terdakwa dari perkara yang ditanganinya, dia selalu berdasarkan bukti-bukti yang ada.
"Saya dituduh selalu menerima suap dari 39 perkara yang saya tangani dan diputus bebas murni. Padahal, ada satu yang saya hukum," kata Syarifuddin usai diperiksa penyidik KPK kemarin.
"Saya dituduh selalu menerima suap dari 39 perkara yang saya tangani dan diputus bebas murni. Padahal, ada satu yang saya hukum," kata Syarifuddin usai diperiksa penyidik KPK kemarin.
Perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, pada tahun 2004 dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar. Kasus itu terpisah menjadi dua berkas perkara. Satu berkas perkara berisi 28 terdakwa yang merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, periode 1999-2004 dan satu berkas perkara lainnya dengan terdakwa dua mantan pimpinan DPRD Kabupaten Luwu periode yang sama.
Karena itu, Syarifuddin menuding tuduhan menerima suap dari para terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang dibebaskannya tidak didasarkan pada fakta. Dia merasa kasusnya ingin dilebarkan pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Sudah minta izin sama KPK. Saya mau bicara untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Kok suap (perkara PT SCI) yang dituduhkan makin melebar, kok lari pada pembebasan Agusrin?" katanya.
Sementara itu, kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan, menyampaikan permintaan maaf kepada hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Syarifudin Umar. Hal itu diungkapkannya usai diperiksa penyidik KPK.
Puguh juga menyesal telah menyeret Syarifuddin dalam kasus tersebut. Baik Syarifuddin maupun Puguh telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penyelesaian pailit PT SCI.
Menurut kuasa hukum Puguh, Sheila Salomo, kliennya ditanya seputar hal normatif pada pemeriksaan kemarin. Misalnya, tentang perjalanan kariernya sebagai kurator di PT SCI.
Karena itu, Syarifuddin menuding tuduhan menerima suap dari para terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang dibebaskannya tidak didasarkan pada fakta. Dia merasa kasusnya ingin dilebarkan pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Sudah minta izin sama KPK. Saya mau bicara untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Kok suap (perkara PT SCI) yang dituduhkan makin melebar, kok lari pada pembebasan Agusrin?" katanya.
Sementara itu, kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan, menyampaikan permintaan maaf kepada hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Syarifudin Umar. Hal itu diungkapkannya usai diperiksa penyidik KPK.
Puguh juga menyesal telah menyeret Syarifuddin dalam kasus tersebut. Baik Syarifuddin maupun Puguh telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penyelesaian pailit PT SCI.
Menurut kuasa hukum Puguh, Sheila Salomo, kliennya ditanya seputar hal normatif pada pemeriksaan kemarin. Misalnya, tentang perjalanan kariernya sebagai kurator di PT SCI.
Menanggapi kasus Syarifuddin, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi pada Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyatakan, makin banyak hakim bermasalah di Indonesia ini. Hal itu membuat dunia peradilan di Indonesia nyaris tidak punya harapan dan kehilangan optimisme untuk hidup di negara hukum.
"Dunia peradilan kita boleh dikatakan nyaris tidak punya harapan. Rasanya nyaris kehilangan optimisme untuk hidup di negara hukum ini. Institusi pengawas yang lebih bertanggung jawab untuk membereskan kehancuran moralitas, integritas dunia peradilan ini adalah Mahkamah Agung," ujar Suparman.
Terkait laporan yang disampaikan Lily Wahid dan Gus Choi (panggilan akrab Effendi Choiri) ke KY, Suparman berjanji segera menindaklanjutinya. KY, kata dia, akan menelusuri apakah ada indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Syarifuddin dalam memutus perkara kedua kader PKB tersebut.
(suarakarya-online.com)
"Dunia peradilan kita boleh dikatakan nyaris tidak punya harapan. Rasanya nyaris kehilangan optimisme untuk hidup di negara hukum ini. Institusi pengawas yang lebih bertanggung jawab untuk membereskan kehancuran moralitas, integritas dunia peradilan ini adalah Mahkamah Agung," ujar Suparman.
Terkait laporan yang disampaikan Lily Wahid dan Gus Choi (panggilan akrab Effendi Choiri) ke KY, Suparman berjanji segera menindaklanjutinya. KY, kata dia, akan menelusuri apakah ada indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Syarifuddin dalam memutus perkara kedua kader PKB tersebut.
(suarakarya-online.com)
0 komentar:
Post a Comment