Kasus dugaan korupsi dengan tersangka Walikota Medan, Rahudman Harahap, terus terombang-ambing. Ibarat bola pingpong masing-masing lembaga yang tangani saling lempar tugas.
Jaksa Agung, Basrief Arief, yang ditemui sebelum rapat kabinet paripurna di kantor Presiden, hari ini, menyebutkan bahwa pihaknya telah meminta kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) untuk membuat laporannya. "Kita minta dari sana (Kejati Sumut) untuk mengajukan laporan, kemudian kalau memang sudah lengkap suruh ajukan izinnya," kata Basrief, kepada Waspada Online.
Padahal, menurut Kepala Kejati Sumut yang lalu, Sution Usman Adji telah menyelesaikan kelengkapan berkas kasus dugaan korupsi Rahudman tersebut. Bahkan, kasus itu telah sampai di tangan Sekretaris Kabinet untuk meminta izin pemeriksaan dari presiden.
Hal yang sama juga dengan disampaikan Kepala Kejati Sumut yang menggantikan Sution dua bulan lalu, AK Basyuni Masyarif. Ia menyebutkan, tim dari Kejati Sumut telah kerap ke Kejaksaan Agung di Jakarta untuk menuntaskan persoalan hukum tersebut. Permintaan untuk dilakukan ekspos perkara juga telah dilakukan oleh Kejati Sumut bersama Kejaksaan Agung dan Seskab. Ekspos perkara untuk menegaskan kembali berapa jumlah kerugian negara yang di korupsi.
Perbedaan pandangan juga terjadi terhadap proses audit. Kejati Sumut dan Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta BPK dan BPKP melakukan audit kerugiaan negara terhadap dugaan korupsi di APBD Tapanuli Selatan saat Rahudman menjabat Sekretaris Daerah disana.
Namun belakangan, BPKP dan BPK mengaku tidak menerima laporan permintaan untuk melakukan audit terhadap APBD tersebut. Basrief pun kembali beralasan, "Itu nanti arahnya kesana. Makanya harus ditentukan dulu apakah ada kerugian negara atau tidak."
Padahal saat ini, Rahudman telah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa Tapanuli Selatan (TAPBD Tapsel) Tahun 2005 tersebut oleh di Kejati Sumut sejak 25 Oktober 2010 lalu. Dalam waktu sembilan sejak jadi tersangka tersebut, Rahudman belum diperiksa dengan alasan belum mendapatkan izin presiden. Izin presiden belum diajukan Kejagung karena berkas Rahudman masih perlu didalami lagi.
Ini bertolak belakang dengan proses kelengkapan berkas yang dilakukan oleh Kejati Sumut. Saat dijadikan tersangka, Rahudman diduga merugikan negara senilai Rp1,5 miliar. Namun dalam gelar ekspos di Kejagung sebagai salah satu pelengkap berkas, nilai dugaan korupsi yang dilakukan meningkat menjadi Rp13,5 miliar. Seolah-olah tidak peduli dengan kelanjutan proses hukum Rahudman yang sudah jadi tersangka, Kejagung kembali menyampaikan berkasnya belum selesai.
"Tersangka sih bisa saja, kelengkapan unsur itu harus dipenuhi dulu," pungkas Basrief Arief.
Seperti diketahui, kasus Rahudman Harahap merupakan salah satu dari 9 kasus korupsi kepala daerah yang didalam pengajuan izin pemeriksaannya. Kasus Rahudman masuk pada klasifikasi kedua, yakni kepala daerah yang memang izinnya belum diajukan ke presiden karena masih dalam tahap penyidikan.
Rahudman bersama dengan Bupati Kolaka, Buhari Matta, serta Bupati Kepulauan Mentawai, Edison Seleleobaja, merupakan kepala daerah yang sama sekali belum pernah diajukan izin pemeriksaannya. "Masih dalam tahap penyidikan, pengumpulan alat bukti," kata Basrief.
Jaksa Agung, Basrief Arief, yang ditemui sebelum rapat kabinet paripurna di kantor Presiden, hari ini, menyebutkan bahwa pihaknya telah meminta kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) untuk membuat laporannya. "Kita minta dari sana (Kejati Sumut) untuk mengajukan laporan, kemudian kalau memang sudah lengkap suruh ajukan izinnya," kata Basrief, kepada Waspada Online.
Padahal, menurut Kepala Kejati Sumut yang lalu, Sution Usman Adji telah menyelesaikan kelengkapan berkas kasus dugaan korupsi Rahudman tersebut. Bahkan, kasus itu telah sampai di tangan Sekretaris Kabinet untuk meminta izin pemeriksaan dari presiden.
Hal yang sama juga dengan disampaikan Kepala Kejati Sumut yang menggantikan Sution dua bulan lalu, AK Basyuni Masyarif. Ia menyebutkan, tim dari Kejati Sumut telah kerap ke Kejaksaan Agung di Jakarta untuk menuntaskan persoalan hukum tersebut. Permintaan untuk dilakukan ekspos perkara juga telah dilakukan oleh Kejati Sumut bersama Kejaksaan Agung dan Seskab. Ekspos perkara untuk menegaskan kembali berapa jumlah kerugian negara yang di korupsi.
Perbedaan pandangan juga terjadi terhadap proses audit. Kejati Sumut dan Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta BPK dan BPKP melakukan audit kerugiaan negara terhadap dugaan korupsi di APBD Tapanuli Selatan saat Rahudman menjabat Sekretaris Daerah disana.
Namun belakangan, BPKP dan BPK mengaku tidak menerima laporan permintaan untuk melakukan audit terhadap APBD tersebut. Basrief pun kembali beralasan, "Itu nanti arahnya kesana. Makanya harus ditentukan dulu apakah ada kerugian negara atau tidak."
Padahal saat ini, Rahudman telah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa Tapanuli Selatan (TAPBD Tapsel) Tahun 2005 tersebut oleh di Kejati Sumut sejak 25 Oktober 2010 lalu. Dalam waktu sembilan sejak jadi tersangka tersebut, Rahudman belum diperiksa dengan alasan belum mendapatkan izin presiden. Izin presiden belum diajukan Kejagung karena berkas Rahudman masih perlu didalami lagi.
Ini bertolak belakang dengan proses kelengkapan berkas yang dilakukan oleh Kejati Sumut. Saat dijadikan tersangka, Rahudman diduga merugikan negara senilai Rp1,5 miliar. Namun dalam gelar ekspos di Kejagung sebagai salah satu pelengkap berkas, nilai dugaan korupsi yang dilakukan meningkat menjadi Rp13,5 miliar. Seolah-olah tidak peduli dengan kelanjutan proses hukum Rahudman yang sudah jadi tersangka, Kejagung kembali menyampaikan berkasnya belum selesai.
"Tersangka sih bisa saja, kelengkapan unsur itu harus dipenuhi dulu," pungkas Basrief Arief.
Seperti diketahui, kasus Rahudman Harahap merupakan salah satu dari 9 kasus korupsi kepala daerah yang didalam pengajuan izin pemeriksaannya. Kasus Rahudman masuk pada klasifikasi kedua, yakni kepala daerah yang memang izinnya belum diajukan ke presiden karena masih dalam tahap penyidikan.
Rahudman bersama dengan Bupati Kolaka, Buhari Matta, serta Bupati Kepulauan Mentawai, Edison Seleleobaja, merupakan kepala daerah yang sama sekali belum pernah diajukan izin pemeriksaannya. "Masih dalam tahap penyidikan, pengumpulan alat bukti," kata Basrief.
(waspada.co.id)
0 komentar:
Post a Comment