Penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bisa memutuskan sengketa administrasi pemilu dan pilkada sebagai kritik terhadap peradilan yang lemah pada pemilu lalu.
Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay mengatakan, problem utama dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada saat ini adalah lemahnya penegakan keadilan.
”Tak bisa dibantah bahwa keadilan pilkada dan pemilu adalah problem terbesar dalam demokrasi yang kita bangun. Politik uang, penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan, pelanggaran kampanye.Itu semua terjadi tanpa ada kejelasan penegakan hukum,” katanya di Jakarta kemarin.
Hadar mendukung ada penguatan Bawaslu dengan pemberian kewenangan untuk memutuskan sengketa. Penguatan ini juga sebagai otokritik terhadap peradilan yang pada masa lalu yang tak bisa menangani pelanggaran pemilu. Lebih jauh Hadar menjelaskan, Bawaslu harus diubah namanya menjadi Badan Penyelesaian Sengketa dan Pelanggaran Administrasi Pilkada dan Pemilu.
Jika peran Bawaslu sebatas pengawas dan pemberi laporan, tidak akan pernah ada kepastian penanganan pelanggaran. Bahkan mestinya Bawaslu juga harus diberi ruang memutuskan sanksi diskualifikasi calon jika memang terbukti melakukan pelanggaran. Meski demikian, Hadar mengingatkan bahwa Bawaslu harus dibenahi dan dipoles agar benar-benar kuat.
Komposisi dan struktur Bawaslu harus dibuat solid dan berisi para ahli hukum, ahli administrasi, dan para pakar terbaik yang berintegritas. ”Jadi kalau bicara penguatan Bawaslu, jangan di-bayangkan Bawaslu seperti kondisi sekarang. Sebab penguatan kelembagaan dan SDM Bawaslu bisa dilakukan melalui revisi UU yang sedang dilakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR Chatibul Umam Wiranu mengatakan, pembahasan soal kewenangan Bawaslu memang masih terus dimatangkan. Saat ini yang menjadi pokok masalah adalah pemenuhan ada kepastian penegakan sengketa pemilu dan pilkada.
Di internal Komisi II DPR, ujar dia, masih ada tiga alternatif yang dikaji, yakni penguatan Bawaslu, pemberian kewenangan itu pada DK KPU, atau pembentukan pengadilan khusus pemilu dengan memanfaatkan infrastruktur dan sumber daya di pengadilan tiap daerah.
”Ini masalah yang terus dikaji. Sebab di sisi lain ada juga yang berpendapat bahwa Bawaslu dibiarkan karena tidak memiliki kekuatan. Pendapat lain juga menginginkan penguatan Bawaslu.Semua pendapat ini harus bermuara pada penegakan hukum pemilu dan pilkada,” tandasnya.
Sebelumnya anggota Bawaslu, Agustiani Sitorus, mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak mau terjebak dan hanya memperdebatkan masalah penambahan wewenang Bawaslu. Dia hanya ingin memberi kepastian bahwa setiap temuan dan rekomendasi pelanggaran pemilu dan pilkada harus ditindaklanjuti dan diputuskan hingga selesai.
Agustiani menjelaskan, fakta dan kenyataan selama ini menunjukkan bahwa setiap temuan pelanggaran pemilu dan pilkada yang direkomendasikan Bawaslu selalu mental dan tak ada yang terselesaikan. Kinerja Bawaslu yang susah payah membongkar ada pelanggaran pemilu dan pilkada bahkan hampir pasti mentok, karena tidak ada kekuatan yang memaksa agar pelanggaran itu ditindaklanjuti.
“Soal penambahan wewenang Bawaslu itu nomor sekian bagi kami.Yang kami tekankan hanya kepastian bahwa pelanggaran administrasi maupun pidana pemilu dan pilkada harus dijamin untuk diselesaikan hingga tuntas.
Bagi pihak yang tak sepakat Bawaslu diberi wewenang memutus perkara administrasi pemilu, tolong beri solusi dong agar ada lembaga yang wajib dan pasti menyelesaikan sengketa administrasi pemilu hingga eksekusi.Jangan hanya protes,”ungkapnya.
Bagi Agustiani, selama ini temuan-temuan Bawaslu hanya dipandang sebelah mata ketika direkomendasikan kepada pihak berwenang yakni KPU.Temuan Bawaslu bahkan berhenti sebagai temuan semata, sedangkan tahapan pemilu terus jalan hingga pelanggaran seolah menjadi hal biasa sebagai bagian dari proses pemilu.
“Kita kritis dan menemukan banyak pelanggaran, lalu lembaga KPU yang menjadi pihak pengeksekusi diam saja karena tidak ada kekuatan memaksa untuk menindaklanjuti. Kita bicara fakta yang banyak terjadi sekarang, bukan berandaiandai,” ungkapnya.
Sebelumnya Panja Revisi UU Pemilu menyepakati pemberian penguatan kewenangan bagi Bawaslu. Penguatan itu sebagai evaluasi terhadap peran dan fungsi badan ini pada saat mengawasi Pemilu 2009 kemarin.
(seputar-indonesia.com)
Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay mengatakan, problem utama dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada saat ini adalah lemahnya penegakan keadilan.
”Tak bisa dibantah bahwa keadilan pilkada dan pemilu adalah problem terbesar dalam demokrasi yang kita bangun. Politik uang, penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan, pelanggaran kampanye.Itu semua terjadi tanpa ada kejelasan penegakan hukum,” katanya di Jakarta kemarin.
Hadar mendukung ada penguatan Bawaslu dengan pemberian kewenangan untuk memutuskan sengketa. Penguatan ini juga sebagai otokritik terhadap peradilan yang pada masa lalu yang tak bisa menangani pelanggaran pemilu. Lebih jauh Hadar menjelaskan, Bawaslu harus diubah namanya menjadi Badan Penyelesaian Sengketa dan Pelanggaran Administrasi Pilkada dan Pemilu.
Jika peran Bawaslu sebatas pengawas dan pemberi laporan, tidak akan pernah ada kepastian penanganan pelanggaran. Bahkan mestinya Bawaslu juga harus diberi ruang memutuskan sanksi diskualifikasi calon jika memang terbukti melakukan pelanggaran. Meski demikian, Hadar mengingatkan bahwa Bawaslu harus dibenahi dan dipoles agar benar-benar kuat.
Komposisi dan struktur Bawaslu harus dibuat solid dan berisi para ahli hukum, ahli administrasi, dan para pakar terbaik yang berintegritas. ”Jadi kalau bicara penguatan Bawaslu, jangan di-bayangkan Bawaslu seperti kondisi sekarang. Sebab penguatan kelembagaan dan SDM Bawaslu bisa dilakukan melalui revisi UU yang sedang dilakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR Chatibul Umam Wiranu mengatakan, pembahasan soal kewenangan Bawaslu memang masih terus dimatangkan. Saat ini yang menjadi pokok masalah adalah pemenuhan ada kepastian penegakan sengketa pemilu dan pilkada.
Di internal Komisi II DPR, ujar dia, masih ada tiga alternatif yang dikaji, yakni penguatan Bawaslu, pemberian kewenangan itu pada DK KPU, atau pembentukan pengadilan khusus pemilu dengan memanfaatkan infrastruktur dan sumber daya di pengadilan tiap daerah.
”Ini masalah yang terus dikaji. Sebab di sisi lain ada juga yang berpendapat bahwa Bawaslu dibiarkan karena tidak memiliki kekuatan. Pendapat lain juga menginginkan penguatan Bawaslu.Semua pendapat ini harus bermuara pada penegakan hukum pemilu dan pilkada,” tandasnya.
Sebelumnya anggota Bawaslu, Agustiani Sitorus, mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak mau terjebak dan hanya memperdebatkan masalah penambahan wewenang Bawaslu. Dia hanya ingin memberi kepastian bahwa setiap temuan dan rekomendasi pelanggaran pemilu dan pilkada harus ditindaklanjuti dan diputuskan hingga selesai.
Agustiani menjelaskan, fakta dan kenyataan selama ini menunjukkan bahwa setiap temuan pelanggaran pemilu dan pilkada yang direkomendasikan Bawaslu selalu mental dan tak ada yang terselesaikan. Kinerja Bawaslu yang susah payah membongkar ada pelanggaran pemilu dan pilkada bahkan hampir pasti mentok, karena tidak ada kekuatan yang memaksa agar pelanggaran itu ditindaklanjuti.
“Soal penambahan wewenang Bawaslu itu nomor sekian bagi kami.Yang kami tekankan hanya kepastian bahwa pelanggaran administrasi maupun pidana pemilu dan pilkada harus dijamin untuk diselesaikan hingga tuntas.
Bagi pihak yang tak sepakat Bawaslu diberi wewenang memutus perkara administrasi pemilu, tolong beri solusi dong agar ada lembaga yang wajib dan pasti menyelesaikan sengketa administrasi pemilu hingga eksekusi.Jangan hanya protes,”ungkapnya.
Bagi Agustiani, selama ini temuan-temuan Bawaslu hanya dipandang sebelah mata ketika direkomendasikan kepada pihak berwenang yakni KPU.Temuan Bawaslu bahkan berhenti sebagai temuan semata, sedangkan tahapan pemilu terus jalan hingga pelanggaran seolah menjadi hal biasa sebagai bagian dari proses pemilu.
“Kita kritis dan menemukan banyak pelanggaran, lalu lembaga KPU yang menjadi pihak pengeksekusi diam saja karena tidak ada kekuatan memaksa untuk menindaklanjuti. Kita bicara fakta yang banyak terjadi sekarang, bukan berandaiandai,” ungkapnya.
Sebelumnya Panja Revisi UU Pemilu menyepakati pemberian penguatan kewenangan bagi Bawaslu. Penguatan itu sebagai evaluasi terhadap peran dan fungsi badan ini pada saat mengawasi Pemilu 2009 kemarin.
(seputar-indonesia.com)
0 komentar:
Post a Comment